Lampiran A.2. Keputusan Paruman Sulinggih Tentang Ngaben |
KEPUTUSAN
PARUMAN
SULINGGIH
TINGKAT PROVINSI
TH.
1994/1995
TENTANG
NGABEN DAN
TATA CARA
MEMBAWA PULANG ABU JENAZAH
1.
Tentang Cuntaka dalam hubungan ngaben Tumandang mantri dan ngelanus.
a. Yang dimaksud dengan Ngaben Tumandang Mantri adalah
apabila hari saat meninggalnya dilanjutkan dengan upacara pengabenan,
hingga nyekah hari itu juga.
b. Yang dimaksud
dengan Ngaben Ngelanus adalah apabila antara pelaksanaan
upacara pengabenan dengan upacara Nyekah tidak berselang dan pada hari
yang sama.
c. Upacara pengabenan yang dilanjutkan
dengan Nyekah (Ngelanus) tidak memperhitungkan cuntaka lagi,
dengan dilaksanakannya upacara pemarisudha seperti biyakaon,
prayascitta, caru dan upacara pembersihan lainnya.
a. Setiap
jenazah yang sudah pernah diupacarai di Setra dengan upacara yang
berhubungan dengan kematiannya, baik yang masih berupa jenazah maupun
yang dibakar berupa abu jenazah, tidak dibenarkan untuk dibawa pulang
atau masuk ke wilayah Desa Adat.
b. Apabila
jenazah tersebut belum mendapat upacara yang berhubungan dengan upacara
kematiannya, dapat dibenarkan bila akan dibawa pulang, baik yang masih
berwujud jenazah, maupun yang sudah dibakar berupa abu jenazah.
3. Upacara Ngulapin di Setra
dalam hubungan dengan upacara pengabenan.
a.
Ngulapin di Setra (kuburan) dalam hubungannya akan dilaksanakan upacara
Pengabenan tidak dibenarkan untuk mengambil dan membawa tanah Setra ke
rumah/tempat dilaksanakan upacara Pengabenan.
b.
Tata cara pelaksanaan upacara Ngulapin di Setra dalam hubungan akan
dilaksanakan upacara Pengabenan sesuai dengan ketentuan sastra agama.
4. Tentang Makingsan
di Geni dan mengabukan jenazah.
Makingsan di
Geni pada dasarnya bukan merupakan upacara Pengabenan, melainkan
setingkat dengan upacara Penguburan biasa. Bedanya jenazah tidak
dikubur, melainkan dibakar. Apabila dimaksudkan seperti itu, maka
setelah selesainya membakar, abunya agar dibuang ke laut (anyut).
Sedangkan apabila dimaksudkan untuk mengabukan sambil
menunggu upacara pengabenan yang segera dilaksanakan maka setelah
selesai dibakar, abunya dapat disimpan dengan periuk atau tempat lainnya
dan selanjutnya ditaruh pada tempat darurat (asagan) yang
ditempatkan di Setra.
5.
Tentang Ngaben Ngelungah
Bayi yang berumur
42 hari hingga sebelum tanggal gigi, bila meninggal dunia agar segera
dikubur. Upacara selanjutnya, yaitu Ngelungah dapat
dilaksanakan bilamana ada kegiatan upacara pengabenan yang lain.
6. Tentang yang berhak muput
upacara Pengabenan
Yang berhak muput upacara
pengabenan adalah Sulinggih (Dwijati) sesuai dengan yang telah
diputuskan pada Seminar Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-aspek Agama
Hindu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar